Jumat, 17 Februari 2012

SEPENGGAL KISAH....


"kisah ini hanya fiktif jika ada kesamaan nama dan tempat saya mohon maaf" 
Hidupku bagai alur cerita sinetron, apalagi peristiwa kemarin tgl 2 februari 2012, di sore yang tenang ketika aku sedang menemani teman-temanku yang datang ke rumah. Ifa ” mba tumbas baso goreng”. Ya fa,jawabku. “ ga usah beli baso goreng, mba ea ga bisa nggorengnya,” kata mbah ndut berkali-kali pada cucunya Baim dan Ifa. Tapi, aku tetap melayani pesanan mereka berdua, tadi bisa ko ujarku dalam hati. Yang semestinya kuturuti saja perkataan mbahku tadi supaya tidak melayani baso goreng pesanan sepupuku yang imut-imut itu sehingga tidak perlu ada sore yang kelam di rumahku, tapi itu semua sudah kehendak Allah. Ketika sedang menggoreng bakso bapak pulang dari kantor, tumben sekali dia pulang jam 4 sore.
Tanpa mengucapkan salam, seperti biasanya. Langsung bertanya. “ayam sudah dikasih makan? Kujawab belum, ndak tau takarannya”. Trus Tanya lagi” mama ke slawi pake mobil apa?”. Mobil putih punya mbah”.jawabku. tiba-tiba bapak berkata dengan nada tinggi “ mama kamu tiap pergi pasti pas bapak ga da di rumah, kemarin waktu bapak ke solo mama kamu pergi ngajak adikmu ke bumiayu, trus malamnya langsung melahirkan gara-gara di ajak jalan-jalan ke bumiayu, tahu ga kamu! Aku jawab “ya tahu,”pikirku adikku melahirkan memang sudah kehendak Allah seperti itu, bukan karena diajak jalan-jalan. Ku ungkapkan saja unek-unekku pada waktu itu, yang biasanya aku diam saja mendengar omelannya yang setiap hari terlontar dari mulutnya. “ ya itu kan sudah kehendak Allah pa,” bapak menyahut” ya ga lah itu karena dibawa jalan-jalan ke bumiayu sama mama kamu”. Ku jawab “ya kan kalau bukan kehendak Allah ga mungkin lahir.” Trus dijawab oleh bapak” mama kamu itu dari dulu sampai sekarang ga berubah, tetep goblok saja, sudah punya cucu tetap saja kelakuannya sama.” Ya sabar pa” jawabku. “dari dulu sampai sekarang bapak sudah sabar, menghadapi kelakuan mama kamu tapi teteap saja ga mau berubah, kesabaran bapak sudah habis” jawab bapak dengan nada tinggi yang. “yang namanya sabar ga da batasnya pa, kalau ada batasnya berarti sudah ga sabar” ujarku. “kamu mau membela mama kamu ya heh! Siapa yang nyekolahin kamu dari dulu sampai sekarang, heh! Siapa yang biayain kamu! Sana minta biayain sama mama kamu! Sudah, urusan orang tua ya orang tua saja, anak ya anak saja ga usah ikut campur”. Aku kaget, dengan setengah gemetaran sambil memasukkan baso goreng ke dalam plastic, aku jawab iya pa iya. Bapak malah tambah naik pitam “ ya sudah diam!” ku jawab “ya pa iya”. “ dengan tangannya bapak lempar penggorengan yang masih berisi minyak panas bekas untuk menggoreng bakso”klontang, klontang!” minyak panas berhamburan ke tembok, “gubrak! Prang! meja berisi piring dan gelas tidak luput dari amukannya. Dan sekali lagi gubrak! Lemari di sampingku jatuh. Bapak sudah lepas kendali, kemarahannya memuncak. Aku berusaha menenangkannya”pa istighfar pa, ya Allah pa istighfar” “tidak ! kata bapak. Setan sudah masuk ke tubuh bapak!” aku sangat kaget mendengar perkataan bapak. Berulang ulang aku berusaha menenangkannya “ pa istighfar pa, astaghfirullahal'adzim”. Sambil mencegah tangan beliau untuk tidak menghancurkan barang-barang lain di rumah. Seketika itu, mbah ndut dan pak likku datang memisahkan kami berdua yang sangat mirip dengan adegan berantem di sinetron-sinetron. Aku terlempar ke lantai. kemudian mbah ndut memegangi ku yang mulai menagis karena, sangat kaget, kecewa, dan menyesal mengapa bapak sampai melakukan hal seperti ini, mengamuk sampai ruang dapur seperti telah terkena bencana gempa, porak poranda seperti kapal pecah. Aku di bawa ke ruang tamu oleh mbah, dan bapak tetap mengikutiku, dengan kata-kata  yang terus keluar dari mulut beliau memarahiku. Hingga akhirnya mbah membawaku ke rumahnya, agar bapak tidak terus memarahiku. Di jalan kulihat tetangga-tetanggaku berhamburan keluar rumah untuk melihat apa yang telah terjadi, mereka menyangka ada kecelakaan lalu lintas di jalan raya dekat rumahku karena suara piring dan gelas yang pecah sangat keras memekakan telinga. Aku sangat malu melihat para tetangga memndangiku dengan tatapan iba, aku malu karena kelakuan bapak yang telah mengamuk di rumah, seperti bukan orang dewasa. Bapak kemudian pergi dengan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi entah kemana aku tidak peduli, tidak pulang lagi pun aku bersyukur. “mbah apa aku salah bilang sabar ma bapak? Apa aku salah ngingetin bapak?” Terlontar dari mulutku segala unek-unekku yang selama ini telah kupendam semuanya. Teman-temanku yang sedang main ke rumah tentu sangat shock dan prihatin dengan nasibku sampai mereka pun ikut berurai air mata sepertiku, bayangkan saja sedang ngobrol-ngobrol masalah perkuliahan nanti semester 7 bagaimana, lalu melihat bapak dari temannya sedang mengamuk di rumah yang sedang mereka kunjungi, hingga seisi dapur berantakan. Dihati mereka ingin menolong tapi takut terkena amukan bapak juga……………………………. (to be continued..)  
Inspirasiku my beloved friend, yang jauh di sana...............

0 komentar:

Posting Komentar